Anda Anak Petani, Jangan Minder Bersaing Jadi ASN


Untuk memulai perubahan besar maka dimulailah dari sudut rumah. Kemudian jika semua sudut-sudut kehidupan bersatu padu dan berkolaborasi maka sebuah mimpi besar akan menjadi impian. Salah satunya dari Sudut Petani telah banyak menorehkan kisah heroiknya. Dengan segala keterbatasan petani dan lahan yang sempit mampu diolah dengan 'banting tulang' penuh keringat agar anak bisa bersekolah, kuliah bahkan sampai ke pelaminan.

Kebun, sawah dan lahan terkadang di sewakan bahkan digadaikan hingga terjual supaya anaknya Sarjana. Harapan jika telah sarjana hidupnya lebih baik. Memang ada juga yang gagal jadi sarjana, tetapi lebih banyak berhasil. Tentara, polisi, brimob, pns guru, perawat, dosen, legislator sampai presiden adalah buah perjuangan dan didikan sebagian petani. Namun alangkah lucunya jika sarjana pertanian kembali kampung untuk mengaplikasikan ilmunya, malah terkadang dicibir dan dilabeli sarjana pulang desa.

Menuntut ilmu di kampus apapun statusnya dan dimanapun bukanlah sekedar mendapatkan ijazah atau gelar semata. Ijazah adalah bukti bahwa ia pernah bersekolah. Hal itu menurut pendanaan Rocky Gerung. Akan tetapi, hanyalah menuntut ilmu pengetahuan supaya menjadi alat agar  merubah pola pikir, perilaku dan akhlak.

Untuk menutupi biaya sekolah terkadang para petani bekerja sampingan dengan beternak sapi, kambing, kuda dan kerbau. Sapi, kambing, kuda dan kerbau dijualnya jika gagal panen ketika pembayaran SPP anaknya telah jatuh tempo. Jikalau pun belum mencukupi, maka solusinya adalah berutang kepada kerabat atau tetangganya.

Di salah satu desa di Sinjai, Sulawesi Selatan sekitar 2000-an, ada seorang petani yang membiayai anaknya dengan menjual sebagian lahannya. Para tetangga bahkan saudaranya mencegah, mengejek dan sebagainya. Akan tetapi, dengan keyakinan petani tersebut sehingga anaknya berhasil jadi sarjana di salah satu perguruan negeri ternama di Indonesia Timur. Dan sang anak petani pun berhasil lulus jadi ASN di Kampus Islam di Makassar. Jejak sang kakak pun diikuti oleh adiknya yang kini berstatus dosen kopertis.

Dan anak tetangga sebelah kampung juga yang bapaknya petani berhasil menembus jadi ASN 2018. Dan tidak perlu jauh-jauh istri penulis pun anak seorang petani. Petani kampung yang sering tidak diperhitungkan oleh tetangganya yang bersekolah tinggi juga berhasil menyekolahkan anaknya sampai jadi perawat. Dan berkat dukungan orang tua dengan biaya yang pas-pasan dan mencoba bersaing untuk jadi ASN akhirnya terwujud.

Tentu banyak kisah kesuksesan para petani membuat anaknya berhasil yang tidak dapat dituliskan kisahnya satu persatu. Oleh karena itu, anak kampung dan besar di lingkungan keluarga petani, maka jangan minder untuk bersaing lulus jadi Aparatur Sipil Negara atau pegawai negeri sipil. Petani berharap anaknya tidak ikut juga bertani sebab kehidupan petani masih jauh dari kesejahteraan. Seorang petani akan memberi spirit perjuangan dan tidak kenal lelah bahwa jika tidak ingin terlalu memeras keringat, maka bersekolahlah semoga kehidupan jadi lebih baik. Lain daripada itu, petani juga berharap setelah jadi pejabat atau menteri akan ada kepedulian terhadap kehidupan petani itu sendiri.

Dan jangan lupa anak petani yang jadi sarjana pertanian kelak pulang kampung memberikan solusi dan sosialisasi cara bercocok tanam yang baik agar hasilnya lebih berkualitas.

Dengan berbagai kisah sukses petani dan anaknya, maka anak petani seharusnya membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan tidak takut bersaing apalagi di era keterbukaan informasi saat ini. Jayalah petani Indonesia.

Comments

Popular posts from this blog

Jangan Coba-coba Beristri ASN

Menginspirasi dan Menebar Kebaikan ditengah Pandemi Corona