Tranding, Viral dan Netizen
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tidak terbendung. Penyedia layanan yang tidak mengikuti perubahan arus yang super cepat akan ditinggal para konsumen. Konsumen milenial yang doyan mengikuti perkembangan di berbagai bidang. Dengan smartphone dan dukungan internet, para netizen lebih bebas berkomunikasi dengan dunia luar. Ada yang memaafkan internet untuk mengait rezeki melalui YouTube, Facebook, Instagram dan yang lainnya.
Smartphone digunakan untuk bermedia sosial dan bermain game online. Selain itu, netizen Indonesia tidak ketinggalan isu-isu hangat yang sedang terjadi baik di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Bahkan peristiwa kecil di kampung pedalaman yang terjangkau akses jaringan internet akan jadi heboh ketika digoreng di dunia maya. Apatah lagi permasalahan politik dan kebijakan direpublik ini, maka akan muncul berbagai pro dan kontra. Pujian, cacian, makian, hujatan, adu argumentasi berseliweran di beranda pengguna media sosial.
Smartphone dan internet bagai dua sisi mata uang. Positif dan negatif beradu serta memberikan pilihan mau dipakai untuk kebaikan atau kejahatan. Berbagai fakta positif kesuksesan jadi youtuber, selebgram, blogger dan kisah lainnya dengan model kreatif dan data internet. Selain itu, memunculkan artis dadakan dengan viralnya 'video' jangan nyalakan bliztnya, tapi ini dari segi ketidakbaikan dan kurang bijak bersosial media. Dan masih banyak cerita lainnya dibalik viral, trandingnya suatu problematika di negeri ini. Kesuksesan dan kegagalan memakai smartphone
dengan internetnya ada ditangan netizen berkode +62.
Di dunia Maya sendiri kita mengenal istilah trending topik, utamanya twitter. Twitter sebagai salah satu media sosial yang bisa digunakan oleh siapa saja untuk menuliskan berbagai intrik, protes, dan keluhan yang dihadapinya. Tweet kritis dan sindiran menyebabkan kebijakan yang diambil pemerintah berubah total. Selain itu, medsos yang satu ini dapat dipakai sebagai media kampanye bagi calon bupati, gubernur, walikota, caleg presiden, bahkan anggota badan permusyaratan desa (BPD) sekali pun. Mantan Presiden Amerika, Obama telah membuktikannya ketika maju memperebutkan orang nomor satu di negeri Paman Sam tersebut.
Akan tetapi nampaknya ini berbeda di bumi pertiwi. Calon pejabat berlomba-lomba memajang fotonya di pohon. Trending topik bermetamorfosis menjadi trending pohon. Nampaknya pepohonan harus menahan 'persaigan' tidak sehat calon pemimpin di negeri ini. Padahal ruang interaksi di dunia maya dengan dunia nyata perlu diseimbangkan mengingat pemilih milenial dengan non milenial hampir berimbang.
Momentum pemilu serentak yang telah usai menyuguhkan berbagai banner, baliho, spanduk kandidat mejeng di pohon dan sudut jalanan dari kota hingga daerah terpencil.
Rakyat tentunya menantikan kampanye yang kreatif. Di era smartphone saat ini terbuka lebar pintu bagi calon bupati membranding diri lewat media. Entah itu lewat koran, situs pribadi atau memanfaatkan blog gratisan yang berisi konten positif bukannya provokatif. Semua menunggu tulisan opini terhadap perubahan mendasar yang akan dilakukan kala terpilih nantinya.
Rakyat tampaknya sudah mulai bosan dan tidak terlalu percaya dengan media cetak dan elektronik karena banyaknya berita hoaks atau bohong sehingga beralih menshare berbagai peristiwa di media sosial sampai viral. Dengan viralnya suatu kejadian, maka dengan berat hati pemangku kebijakan akan bertindak cepat. Pejabat dari tingkah bawah sampai atas mesti memanfaatkan media sosial untuk mendengar segala rintihan rakyat. Media sosial pemimpin di negeri ini bukan dijadikan pamer baju dinas, akan tetapi menjawab tantangan rakyat agar berbuat sesuatu yang terbaik demi kesejahteraan dan kemakmuran. Selain itu, rakyat dan sebagian ustad bahkan ulama semakin berani bersuara lantang terhadap suatu kebijakan yang bertentangan dengan amanat konstitusi. Sampai turun melakukan aksi damai berjilid-jilid agar pemerintah tegas, jujur dan tidak tebang pilih dalam penegakan hukum bagi penista agama, penyebar slogan dan paham organisasi terlarang di republik ini serta pelaku intoleran lainnya.
Marilah memilih pemimpin dan legislator yang mementingkan kepentingan bangsa diatas segalanya. Kalaupun tidak terpilih pemimpin di pemilu 2019 yang mampu merasakan jeritan rakyat, maka lima tahun mendatang saatnya memilih yang berintegritas dan berkarakter kenegarawanan. Sehingga keadilan akan tumbuh seadil-adilnya, hukum tidak lagi tajam ke bawah tumpul ke atas. Dan yang terpenting tidak alergi dengan kritikan rakyat kecil dan ulama.
Mari trandingkan, viralkan jejak digital para pemimpin di negeri ini para netizen yang tidak pernah ada dusta diantara kita agar mereka bangun dari tidur panjangnya menepati janji kampanyenya. Negeri ini membutuhkan sosok pemimpin yang jujur, tegas dan amanah. Bukan pribadi yang suka 'ngaku' dan bukan urusan saya terhadap permasalahan genting bangsa dan negara ini.
Syarief Kate_Founder Home Writing Institute
Comments