Gotong Royong Ditelan Smartphone
Gotong royong adalah tradisi bangsa
Indonesia yang telah mengakar. Namun kebiasaan rakyat mulai tergeser seiring perkembangan zaman. Ada banyak faktor yang menyebabkan peradaban yang satu ini memudar. Kehidupan materialistik yang merasuki pedesaan. Yang salah satunya bergulirnya dana desa sehingga rakyat akan mengerjakan sesuatu dengan menginginkan upah atau gaji.
Dari Sabang sampai Merauke telah jarang melakukan kerja bakti setiap hari minggu di sekitar tempat tinggal. Memindahkan rumah kayu di malam hari. Sebab kini warga desa lebih memilih membangun rumah batu dengan menggaji tukang dan buruh bangunan. Kalau pun ada himbauan atau pengumuman dari kepala dusun atau desa untuk mengerjakan tempat ibadah, maka hanya segelintir saja yang datang membantu.
Gotong royong merupakan pengamalan "Dan tolong menolong lah dalam kebaikan dan janganlah kamu tolong menolong dalam keburukan". Para dasarnya para pendahulu yang sekolah setingkat sekolah menengah mampu mengaplikasikan hal tersirat tapi zaman milenial sebagian doktor dan profesor diselimuti pemikiran yang memisahkan kehidupan dunia dan akhirat.
Generasi milenial identik dengan smartphone berbagai merek cina sampai terkenal. Dimana pun dan kapan pun handphone tidak pernah lepas dari genggaman. Bahkan ada terasa hilang jika tidak membawa perangkat yang satu ini. Ketika handphone kelupaan di suatu tempat, maka dengan segera berputar arah untuk mengambilnya.
Kala ada reunian atau ketemuan, nongkrong, dan aktivitas lainnya akan ada saja kesibukan telfon, chat, nonton YouTube, main game dan yang lainnya. Para gamers hanya bergotong royong di dunia maya dengan ramai-ramai membunuh 'musuh' kadang diselingi cacian, candaan serta hinaan.
Kaum muda milenial tidak terpisahkan dengan media sosial mulai dari Facebook, WA, Twitter, Instagram dan lain sebagainya. Kehidupan sosial dan bersosialisasi pun mulai pudar. Pemuda milenial lebih sibuk bermain handphone ketimbang bergaul dengan tetangga. Namun, masih ada sebagian netizen memanfaatkan internet sebagai wadah usaha dan mendapatkan penghasilan.
Banyak Youtuber jadi miliarder dengan kreativitas dan inovasinya. Selain itu, sebagian juga pemuda milenial melakukan gerakan online untuk melawan kebijakan pemerintah yang kurang berpihak kepada rakyat. Dan agenda kemanusiaan dan kerelaaan lainnya di media sosial. Generasi zaman now berkesempatan bergotong royong di dunia maya demi merebut kejayaan dan peradaban yang lebih gemilang. Tetapi jika kaum muda tidak segera bangkit dari mimpi panjangnya, maka akan jadi penonton di negeri sendiri dan jadi penikmat smartphone semata.
Bantaeng, 9/9/2019
Indonesia yang telah mengakar. Namun kebiasaan rakyat mulai tergeser seiring perkembangan zaman. Ada banyak faktor yang menyebabkan peradaban yang satu ini memudar. Kehidupan materialistik yang merasuki pedesaan. Yang salah satunya bergulirnya dana desa sehingga rakyat akan mengerjakan sesuatu dengan menginginkan upah atau gaji.
Dari Sabang sampai Merauke telah jarang melakukan kerja bakti setiap hari minggu di sekitar tempat tinggal. Memindahkan rumah kayu di malam hari. Sebab kini warga desa lebih memilih membangun rumah batu dengan menggaji tukang dan buruh bangunan. Kalau pun ada himbauan atau pengumuman dari kepala dusun atau desa untuk mengerjakan tempat ibadah, maka hanya segelintir saja yang datang membantu.
Gotong royong merupakan pengamalan "Dan tolong menolong lah dalam kebaikan dan janganlah kamu tolong menolong dalam keburukan". Para dasarnya para pendahulu yang sekolah setingkat sekolah menengah mampu mengaplikasikan hal tersirat tapi zaman milenial sebagian doktor dan profesor diselimuti pemikiran yang memisahkan kehidupan dunia dan akhirat.
Generasi milenial identik dengan smartphone berbagai merek cina sampai terkenal. Dimana pun dan kapan pun handphone tidak pernah lepas dari genggaman. Bahkan ada terasa hilang jika tidak membawa perangkat yang satu ini. Ketika handphone kelupaan di suatu tempat, maka dengan segera berputar arah untuk mengambilnya.
Kala ada reunian atau ketemuan, nongkrong, dan aktivitas lainnya akan ada saja kesibukan telfon, chat, nonton YouTube, main game dan yang lainnya. Para gamers hanya bergotong royong di dunia maya dengan ramai-ramai membunuh 'musuh' kadang diselingi cacian, candaan serta hinaan.
Kaum muda milenial tidak terpisahkan dengan media sosial mulai dari Facebook, WA, Twitter, Instagram dan lain sebagainya. Kehidupan sosial dan bersosialisasi pun mulai pudar. Pemuda milenial lebih sibuk bermain handphone ketimbang bergaul dengan tetangga. Namun, masih ada sebagian netizen memanfaatkan internet sebagai wadah usaha dan mendapatkan penghasilan.
Banyak Youtuber jadi miliarder dengan kreativitas dan inovasinya. Selain itu, sebagian juga pemuda milenial melakukan gerakan online untuk melawan kebijakan pemerintah yang kurang berpihak kepada rakyat. Dan agenda kemanusiaan dan kerelaaan lainnya di media sosial. Generasi zaman now berkesempatan bergotong royong di dunia maya demi merebut kejayaan dan peradaban yang lebih gemilang. Tetapi jika kaum muda tidak segera bangkit dari mimpi panjangnya, maka akan jadi penonton di negeri sendiri dan jadi penikmat smartphone semata.
Bantaeng, 9/9/2019
Comments