Tahun Baru Merasuki Kampung

Pergantian tahun disambut meriah oleh seluruh penduduk dunia. Begitu pula di Indonesia, Ada banyak hal yang dilakukan setiap menyambut malam pergantian tahun. Ada yang liburan ke Puncak, bakar-bakar ayam, ikan dan jagung serta yang lainnya. Namun, puncak dari sambutan awal tahun tersebut adalah dengan pesta kembang api berbagai variasi. Acara pergantian tahun 2019 menuju 2020 tidak hanya di kota, namun kini telah merasuki desa, dusun bahkan kampung terpencil sekalipun.

Selamat tahun baru dan lebih-lebih mengucapkan natal telah menjadi polemik di kalangan umat Islam.

Dikutip dari Eramuslim.com – Isu sensitif yang terus terulang dalam setiap tahunnya adalah perdebatan akan boleh dan tidaknya ucapkan selamat natal oleh ummat islam. Masalah ini menjadi polemik yang tak bisa terelakan menjelang perayaan natal. Meskipun berbagai argumen telah jelas namun kegemaran untuk berdebat menjadi pemicunya.

Namun, ada satu pendekatan yang mungkin jarang dilakukan oleh kita adalah mendengar langsung pandangan masalah ini dari ummat kristiani itu sendiri. Karena justru perdebatan itu terjadi antar ummat islam sendiri.

Sebuah pernyataan yang diluar dugaan adalah ketika salah seorang sarjana Kristian berbicara isu ini. Ternyata, mereka juga menyatakan keheranannya terhadap tingkah laku umat Islam yang mengucapkan natal kepada Kristian.

Hal ini diungkap oleh Dr James White, seorang sarjana Kristiani yang kerap terlibat dalam diskusi Islam vs Kristen. Beliau yang antara lain pernah berdialog dengan Dr Yasir Qadhi, menyatakan bahwa ucapkan selamat natal hakikatnya bermasalah untuk diucapkan oleh Muslim.

“Satu pandangan mengenai Krismas; saya tak dapat memahami bagaimana seorang Muslim yang berakal boleh mengucapkan ‘Selamat Natal’ kepada nasrani. Saya tidaklah katakan bahwa kita tidak boleh bersikap toleran dan peramah sesama sendiri (kita malah sedang hidup dalam dunia sekular yang hendak menghapuskan semua hak beragama, lihat sajalah China!)

“Mari kita berlaku jujur: Jika Kristian benar, maka Islam salah, dan begitu jugalah sebaliknya. Dalam ideologi kristen mengakui bukan saja inkarnasi Anak Tuhan, doktrin utama Kristian yang mustahil diterima oleh aqidah Islam, tapi ia juga menyatakan dirinya sebagai Raja segala Raja, penguasa sekalian manusia! Inilah antara sebabnya mengapa golongan sekularis membantah hal tersebut.

“Saya pikir tidak masuk akal bagi saya untuk mengharapkan seorang Muslim menggugurkan kepercayaan mereka untuk mengucapkan “Merry Christmas” kepada saya. Tidak langsung saya dapati ia melukai hati saya” – Dr James White

Maka ternyata pandangan sarjana Kristiani tersebut senada dengan sejumlah besar ulama yang tidak membenarkan ucapan selamat natal. Satu pelajaran yang boleh diambil oleh umat Islam adalah, ketika kita tidak mengucapkan selamat natal sama sekali tidak melukai hati penganut Kristian, karena mereka paham akan terlarangnua perbuatan tersebut menurut islam.  [asianmuslim]

Hegemoni media sosial, tayangan televisi dan perang informasi sehingga perayaan tahun baru telah 'mempengaruhi' bahkan menggoyahkan keyakinan umat islam untuk ikut-ikutan terhadap perilaku non-muslim. “Siapa yang meniru kebiasaan satu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.” (Hadis shahih riwayat Abu Daud).

Dan benarlah apa yang telah pesankan Rasulullah SAW 1400 tahun yang lalu. “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika mereka itu masuk ke lubang biawak, pasti kalian pun akan mengikutinya.” Lalu kami bertanya, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Tidak diragukan lagi bahwa umat Islam ada yang kelak akan mengikuti jejak Yahudi dan Nashrani dalam sebagian perkara”. (Majmu’ Al Fatawa, 27:286)

Semoga kelak pemuda Islam tidak sekedar paham teori semata, tetapi mampu mengaplikasikan agar tidak terjemurus kepada hal-hal yang jelas bertentangan dengan nilai-nilai berislam. Karena gelaran tahun baru identik dengan huru-hara, foya-foya, mabuk-mabukkan, perzinahan dan sebagainya. Meski ada pula mengisinya dengan zikir, doa dan tablik akbar serta konser Al-Qur'an agar terjadi keseimbangan dalam kehidupan.

Wallahu a'lam.

Comments

Popular posts from this blog

Jangan Coba-coba Beristri ASN

Anda Anak Petani, Jangan Minder Bersaing Jadi ASN

Menginspirasi dan Menebar Kebaikan ditengah Pandemi Corona