Ada Rasa yang Hilang dalam Genggaman Ujung Jari
Roda zaman terus berputar. Dari zaman jahiliyah yang penuh dengan pergolakan hingga memasuki dunia milenial yang juga penuh dengan berbagai intrik. Intrik yang lebih kompleks dari sebelumnya karena semua serba di ujung jari. Sehingga problem yang dialami perkotaan merambah pedesaan. Salah satu yang mulai hilang ditelan oleh perkembangan teknologi terutama smartphone atau telepon pintar yakni kepedulian terhadap sesama. Padahal pesan termulia dari sosok mulia, Muhammad adalah tolong menolonglah dalam kebaikan dan jangan sebaliknya.
Kepedulian adalah adat bangsa Indonesia yang telah mengakar dan turun temurun di jaga dengan baik. Namun seiring dengan kemajuan teknologi mulai tergeser, tergerus dan berfluktuatif. Ada banyak faktor yang menyebabkan peradaban yang satu ini memudar. Kehidupan materialistik dan serba mudah yang merasuki semua lini kehidupan.
Para dasarnya para pendahulu yang sekolah setingkat sekolah menengah mampu mengaplikasikan hal tersirat tapi zaman milenial sebagian doktor dan profesor diselimuti pemikiran yang memisahkan kehidupan dunia dan akhirat.
Generasi milenial identik dengan smartphone berbagai merek cina sampai terkenal. Dimana pun dan kapan pun handphone tidak pernah lepas dari genggaman. Bahkan ada terasa hilang jika tidak membawa perangkat yang satu ini. Ketika handphone kelupaan di suatu tempat, maka dengan segera berputar arah untuk mengambilnya.
Tingkat kepedulian kepada sesama semakin menipis. Jika ada insiden di jalanan, maka orang di sekeliling terkadang hanya jadi penonton. Sehingga orang yang semestinya berpotensi hidup akan meninggal sebab lambat ditolong.
Saban hari misalnya di sebuah desa ketika dalam perjalanan menemui seseorang yang sendirian memperbaiki mobil atau motornya. Ketika diamati dan anda tidak berinisiatif untuk menolongnya, maka akan bekerja sendirian saja sampai selesai. Dan juga takkala ada mobil mogok ditengah jalan hingga menyebabkan kemacetan para pengendara hanya membunyikan klakson. Jika tidak ada pengendara lain yang turun pertama kali mendorong akan macet berkepanjangan.
Selain itu, nilai-nilai peduli di lingkungan masyarakat juga ikut terkontaminasi. Tamu yang bertandang pada suatu daerah dalam 3x24 jam setidaknya melapor kepada pemerintah setempat. Namun, kadangkala hal tersebut diindahkan dan masyarakat juga tidak peduli dengan kehadirannya. Pada saat ada peristiwa seperti pembunuhan, perselingkuhan, dan pembuangan bayi serta lainnya barulah gempar. Media pun memberitakan bahwa pendatang kurang bersosialisasi dengan tetangga. Padahal tingkat kepedulian dapat meminimalisir tingkat kekacauan.
Kaum muda milenial tidak terpisahkan dengan media sosial mulai dari Facebook, WA, Twitter, Instagram dan lain sebagainya. Kehidupan sosial dan bersosialisasi pun mulai pudar. Pemuda milenial lebih sibuk bermain handphone ketimbang bergaul dengan tetangga. Namun, masih ada sebagian netizen memanfaatkan internet sebagai wadah usaha dan mendapatkan penghasilan.
Banyak Youtuber jadi miliarder dengan kreativitas dan inovasinya. Selain itu, sebagian juga pemuda milenial melakukan gerakan online untuk melawan kebijakan pemerintah yang kurang berpihak kepada rakyat. Dan agenda kemanusiaan dan kerelaaan lainnya di media sosial. Generasi zaman now berkesempatan berkreasi di dunia maya demi merebut kejayaan dan peradaban yang lebih gemilang. Tetapi jika kaum muda tidak segera bangkit dari mimpi panjangnya, maka akan jadi penonton di negeri sendiri dan jadi penikmat smartphone semata.
Oleh karena itu, semua stakeholder semestinya bahu membahu dan saling bergandengan tangan membangkitkan rasa peduli antar sesama. Dengan demikian akan tercipta harmonisasi kehidupan baik di dunia maya maupun nyata.
Comments